Malam itu, seorang pria tinggi putih bernama Doi mendadak lesu. Di balik wajahnya yang (jujur) kurang menarik namun dengan perawakan kalem sontak tak berdaya. Gaya rambut yang sebelumnya mirip dengan Aliandro Syarief mendadak berubah total menjadi sedikit botak. Tak ada sepatah kata pun saat itu yang keluar dari mulutnya.
Celana jeans berwarna biru tua pun terlihat lusuh. Kaos hitam bergambar mobil tua yang dipakainya agak sedikit mengeluarkan bau yang kurang sedap. Diambilah sebungkus rokok Djarum Super yang ia selipkan di kantung celana. Tanpa ada isyarat, tangan kirinya sudah memegang rokok, begitu juga tangan kanannya yang sudah memegang korek. Di hisaplah rokok itu dengan penuh tergesa-gesa.
“Gue putus bro,” ujarnya dengan penuh kesal.
“Hah, serius lu? Putus kenapa?” celetuk saya.
Tak ada jawaban yang terlontar dari mulutnya kala itu, Suep yang sebelumnya mendengar percakapan tadi mencoba menenangkan Doi sambil berharap agar ia mau membuka diri. Sudah jadi kebisaan jika salah satu di antara kami bertiga ada yang ingin curhat, harus ada pancingan. Kebetulan malam itu dua orang sahabat saya baru pulang dari Yogyakarta membawa Pondoh (minuman hasil fermentasi buah salak). Sekadar informasi, minuman ini jika diminum terlalu banyak akan memberikan efek mabuk.
Diambilah gelas berukuran kecil dari dari dapur, dibukalah tutup botol Pondoh yang masih terbungkus plastic itu. Dituangkanlah Pondoh itu ke dalam dalam gelas kecil. Kali ini Doi mendapatkan giliran pertama untuk meminumnya. Kemudian dilanjutkan dengan Suep, hingga sampai pada giliran saya. Tepat pada saat saya akan minum, Doi mulai bercerita.
Doi memulai cerita dari hubungannya yang kini sudah menginjak satu tahun bersama seorang gadis dari Pandeglang, Banten. Awal mula menjalin hubungan ketika mereka sama-sama menjadi kader di salah satu organisasi pergerakan mahasiswa. Hari demi hari mereka habiskan untuk saling mengisi kekurangan satu sama lain. Selama satu tahun itulah hubungan mereka terbilang mulus. Di antara kami bertiga, dialah pria yang paling beruntung soal asmara meski dengan modal tampang ala kadarnya.
Hubungan mereka pun makin erat tatkala Doi memberanikan diri mencalonkan diri sebagai Ketua Dewan Mahasiswa di kampusnya. Sang pacar pun tetap setia mendampingi Doi di setiap kampanye maupun konsolidasi. Mungkin keberuntungan tak berpihak pada Doi. Jauh panggang dari api, setalah melalui tahap pemilihan dan rekapitulasi, Doi dinyatakan kalah. Lagi-lagi pacarnya tetap memberikan semangat.
“Gue stress banget pas kalah, tapi pacar gue tetap mensupport,” katanya
“Sabar ya?, gelas ini giliranmu,” lirih Sueb sambil menyodorkan gelas
Doi pun menenggak kembali minuman Pondoh itu. Ia pun melanjutkan ceritanya. Pasca dipastikan dirinya benar-benar kalah, di situlah awal munculnya permasalahan. Ternyata kakak sang pacar yang notabene sebagai senior di organisasi sudah mengetahui gerak-gerik Doi. Di mata dia, Doi hanyalah anak baru kemarin yang sok punya ambisi besar. Begitu juga dengan beberapa senior Doi yang terus membisiki kakak sang pacar agar memutuskan hubungannya.
Entah dosa apa yang pernah dilakukan Doi hingga orang tua sang pacar ikut-ikutan melarang dan menginginkan hubunganya tidak dilanjutkan. Apa mau dikata, dengan terpaksa Doi pun mengambil sikap untuk tidak melanjutkan hubungan dengan sang pacar.
“Loh, semudah itu kau mengambil sikap itu?,” kata Sueb memotong cerita Doi.
“Tunggu dulu, belum selesai ceritanya ep,” jawab Doi.
Jadi begini, Kata Doi sambil meminum Pondoh lagi. Akan sia-sia jika hubungan ini terus dilanjutkan. Di balik ini semua sebetulnya ada unsur politik. Meski satu organisai, ternyata kakak sang pacar tidak suka dengan gelagat Doi yang terlalu dekat dengan senior-senior yang kini menjabat di pemerintahan. Ia khawatir Doi akan terlalu cepat menduduki kursi penting di organisasi sedangkan dirinya tak mampu melakukan itu. Apalagi senior-senior yang dekat dengan Doi pernah mengecewakan dirinya.
Di situlah ujung permasalah yang menimpa hubungan Doi. Pernah ada keinginan Doi untu bertemu dengan kakak sang pacar demi menyelesaikan permasalah. Lagi-lagi, Kakak sang pacar pun menolaknya. Meski Doi masih berhubungan dengan sang pacar lewat Handphone, tapi akan ada waktu di mana Doi dan sang pacar benar-benar saling melupakan sekaligus menjadi sebuah kenangan.
Seperti taman, cinta memang indah, tetapi tidak semua hal yang berkaitan tentang cinta akan berakhir dengan indah. Adakalanya sebuah bubungan yang terjalin tidak berjalan sesuai kehendak dan akhirnya ketika hubungan tersebut terpaksa diakhiri kita pun merasakan sakitnya.
Macondo, 11 Februari 2015
*tulisan ini dibuat dalam rangka 100 hari menulis cerita | #HariKedua
Comments
Post a Comment