Skip to main content

Surat Terbuka untuk Penulis dan Pembaca Mahasiswa Bicara



Kemarin, 4 Maret 2016, kami seluruh awak Mahasiswa Bicara merayakan sebuah perayaan kecil-kecilan. Disebut perayaan kecil-kecilan karena hanya bisa menyajikan kopi, rokok dan sedikit camilan. Kami merayakan usia Mahasiswa Bicara yang baru menginjak delapan bulan. Usia yang masih segar.

Sebagaimana niat awal kami, MahasiswaBicara.com hadir sebagai tempat yang didedikasikan sepenuhnya untuk anda para penulis, komunitas, dan tentu saja bagi para pembaca.

Niat tulus Ibil Ar Rambany, Erika Hidayanti dan Kemal Fuadi adalah modal yang paling berharga bagi perkembangan media ini. Tidak perlu memakai teori Plato tentang idea-idea dalam meyakinkan ketiga rekan saya untuk terlibat di Mahasiswa Bicara. Cukup dengan kepedulian dan kegelisahan bersama akan hadirnya ruang bagi para mahasiswa untuk menuangkan ide sudah menjadi tawaran yang patut.

Sebut saja Ibil yang saya dapuk sebagai pemimpin redaksi adalah lelaki pekerja keras. Pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah ini harus membagi waktu antara kuliah, pekerjaan dan mengedit naskah yang akan terbit di Mahasiswa Bicara. Semua ia kerjakan demi ketulusan membangun media ini.

Untuk urusan data dan pengarsipan, Erika adalah orang yang paling bertanggungjawab. Gadis kelahiran Bandung ini rela membagi waktu untuk Mahasiswa Bicara. Kesibukannya sebagai ketua di salah satu lembaga pers mahasiswa sama sekali tidak menyurutkan semangatnya untuk sama-sama membangun Mahasiswa Bicara. “Demi kebaikan, Insya Allah saya akan bantu sepenuh hati,” katanya.

Selain Ibil dan Erika, tak lupa ada tangan-tangan lihai dari Kemal Fuadi di Mahasiswa Bicara. Pria yang belum lama membangun rumah tangga ini punya andil besar dalam urusan mengoprek perwajahan Mahasiswa Bicara. Meski belum sepenuhnya merasa puas, keterlibatan Kemal dalam menyajikan perwajahan sangat membantu bagi media ini.

Sampai perjalanan ini, rasa cinta kami terhadap Mahasiswa Bicara berbuah pada senyuman manis. Tentu saja, segala kritikan apalagi pujian, kami anggap sebagai cinta yang bersambut. Cinta yang tumbuh di dalam sebuah atap bernama, MahasiswaBicara.com.

Dari awal dan sampai kapanpun, media ini harus tetap independen. Tidak melakukan framing untuk kepentingan satu ideologi atau pihak tertentu. Mahasiswa Bicara masih di jalan yang sama: multi-perspektif. Jalan ini sengaja kami pilih agar tidak terjebak ke dalam sektarianisme.

Menggunakan nama Mahasiswabicara.com tentu tak lepas dari status yang kami sandang. Di luar itu agar penulis dan pembacanya berasal dari mahasiswa, mantan mahasiswa dan akan menjadi mahasiswa. Kalaupun ada penulis dan pembaca yang bukan berstatus mahasiswa anggap saja itu bonus buat kami.

Terus mahasiswa yang mana? Namanya juga mahasiswa, sudah pasti ada yang mengaku kiri, tengah, kanan, atau yang tidak ke mana-mana. Yang paling penting, mereka bebas menuangkan pemikiran dan menjadi pengendali wacana. Tentu, semua itu tidak keluar dari koridor pengayaan intelektualitas. Kalaupun ada proses seleksi, itu hanya bagian dari pengendalian mutu demi kepentingan pembaca.

Soal gaya tulisan, kami kembalikan ke penulis. Bagi kami, gaya tulisan nomor dua. Yang pertama niat baik penulis menjadikan Mahasiswa Bicara sebagai ruang yang baik. Anda bisa lihat sendiri gaya tulisan dari para penulis. Ada yang serius, ada juga yang santai. Itulah Mahasiswa Bicara. Bukan berarti semuanya ditampung, tapi kualitas konten tentu tidak kami abaikan.

Terimakasih buat para penulis macam Aditia Purnomo, Villarian, Dedy Ibmar, Mahbub Hamdani, Uus Mustar, Imam Budiman, Faris Maulana, Chitra Sari Nilalohita, Fini, Syarifaeni Fahdiah, Azami Mohammad, Pebri Tuwanto, Hilmy Firdausy Deden Muhammad Rojani dan kawan-kawan penulis lainnya yang sudah menjadi bagian dari keluarga kami. Tulisan-tulisan kalian tak hanya mewarnai media ini semata, tapi juga sarat makna dan kaya akan pengetahuan.

Tidak menutup kemungkinan apa yang kalian tulis menjadi peluru tajam yang merongrong dan menjadi jawaban atas problematika di negeri ini. Jika di kampus kalian butuh ruang, ajaklah untuk menulis di Mahasiswa Bicara, bilamana kalian punya pacar maka bersetialah padanya.



Salam,

Jangan Diam, Mari Bicara

Comments

Popular posts from this blog

SBY Bapak Intoleransi

Memasuki hari-hari terakhir masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kelompok hak asasi Setara Institute menyoroti kegagalan dalam mempromosikan dan mempertahankan keharmonisan antara kelompok-kelompok agama di negara ini. Berdasarkan data lembaga itu, lebih dari 200 kasus yang berkaitan dengan intoleransi agama dilaporkan setiap tahun selama beberapa tahun terakhir, dan sebagian besar dari mereka tidak pernah diproses melalui jalur hukum. Laporan lain dari Wahid Institute, yang mempromosikan pluralisme dan Islam yang damai, melaporkan bahwa insiden tersebut telah meningkat selama 10 tahun masa bakti SBY. Laporan tersebut menunjukkan kasus intoleransi agama pada tahun 2012 tercatat sebesar 274, naik dari 267 pada tahun 2011 Pada tahun 2010, lembaga ini mencatat 184 kasus, sedangkan 121 kasus yang tercatat pada tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa SBY dianggap telah gagal untuk menangani kasus-kasus yang melibatkan kelompok-kelompok minoritas, seperti serangan terhadap

Mahasiswa dan Perkara Lari dari Kenyataan

Ada saja pembahasan menarik soal mahasiswa hari ini. Mahasiswa seringkali memposisikan dirinya pada kekuatan atau tingkatan tertinggi. Di mana semua orang adalah objek perbincangan yang harus divonis mati. Kalau sudah dalam taraf begini, diskusi pun menjadi meroket dan mengarah pada percakapan dewa. Pengkritik adalah dewa dan objeknya sebagai rakyat jelata. Dulu, wacana-wacana ringan tentang kondisi perpolitikan di Indonesia, atau tentang kondisi pendidikan maupun kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat selalu menghiasi kampus. Mahasiswa dulu selalu menganggap pemerintah sebagai pihak yang salah. Kini, wacana-wacana mahasiswa hari ini pada fokus pada rutinitas yang dijalani. Hadirnya KPK disebut-sebut sebagai sebagai penghalang mahasiswa untuk bergerak. Penumpul kreativitas dan ideologi dalam peran mahasiswa sebagai tulang punggung bangsa. Perusak wacana yang selalu digaungkan dan diagung-agungkan oleh para aktivis. Eits.. tunggu dulu, KPK yang dimaksud bukanlah Komisi