Skip to main content

Posts

Showing posts from 2016

Sebuah Pengandaian

Dik, seandainya kopi ini dapat berbicara, aku tahu apa yang akan ia bicarakan. Seandainya hitamnya kopi sebuah simbol, aku tahu pesan apa yang ingin disampaikan. Seandainya gelas ini sebuah warisan, aku tahu isi wasiatnya. Seandainya rasa ini sebuah impian, aku tahu dengan cara apa mewujudkannya. Dik, ini hanya sebuah andaian. Kalau memang sungguhan, tak perlu berandai-andai. Karena aku hanya butuh pendamping saat kopi ini tersaji.

Masuk Neraka Lebih Menakutkan daripada Kebangkitan Komunisme

Saya bingung tujuh keliling saat media ramai-ramai memberitakan soal kebangkitan komunisme. Apa sebenarnya yang membuat kesatuan seragam loreng dan ormas-oramas penggeruduk itu hilir mudik mengampanyekan bahaya komunisme. Begitu menakutkankah lambang palu arit di benak mereka? Apakah tidak ada ketakutan lain selain palu arit, misalnya takut masuk neraka? atau setidaknya mereka takut naiknya harga sembako yang jelas-jelas berdampak pada masyarakat? Belum lama ada berita yang bikin mengocok perut. Seorang pedagang kaos di Blok-M, Jakarta, diciduk polisi lantaran kedapatan menjual kaos band thrash metal, Kreator, karena ada gambar palu arit di kaos itu. Ia dicurigai hendak membangkitkan gerakan PKI di Indonesia. Awal tahun ini di Magelang juga ada pemberitaan hamper serupa, hanya gara-gara angka 43 yang menjadi logo HUT PDI Perjuangan yang menyerupai palu arit dipersoalkan. Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Kota Magelang terpaksa minta maaf karena karena banyaknya

Benarkah Madrid akan Menelan Pil Pahit?

Kalau untuk urusan ramal meramal sebuah pertandingan sepak bola, saya punya track record yang tidak buruk-buruk amat. Sejak awal tahun ini, hampir 80 persen ramalan saya terbukti ampuh. Anda bisa bayangkan jika sebelum taruhan, mengajak saya untuk ngopi sambil ramal-ramal pertandingan. Pertanyaan selanjutnya, kenapa ada 20 persen ramalan yang gagal? Karena saya dipaksa meramal dalam kondisi tidur dan tidak dalam kondisi bahagia. Ngomong-ngomong soal ramal-meramal, kali ini saya ingin meramal nasib klub besar Liga Spanyol (Barcelona, Real Madrid dan Atletico Madrid). Memilih Liga Spanyol bukan berarti saya tidak bisa meramal liga-liga lain, tapi fakta yang terjadi pada musim ini hanya Liga Spanyol yang layak untuk diramal. Jangankan saya, Anda yang bukan peramal saja bisa tahu siapa yang bakal juara di Liga Inggris, Liga Italia dan Liga Jerman pada musim ini. Berbeda dengan Liga Spanyol pada musim ini. Meski pilihannya merucut ke tiga klub papan atas, predikat juara masih belum

Surat Terbuka untuk Penulis dan Pembaca Mahasiswa Bicara

Kemarin, 4 Maret 2016, kami seluruh awak Mahasiswa Bicara merayakan sebuah perayaan kecil-kecilan. Disebut perayaan kecil-kecilan karena hanya bisa menyajikan kopi, rokok dan sedikit camilan. Kami merayakan usia Mahasiswa Bicara yang baru menginjak delapan bulan. Usia yang masih segar. Sebagaimana niat awal kami, MahasiswaBicara.com hadir sebagai tempat yang didedikasikan sepenuhnya untuk anda para penulis, komunitas, dan tentu saja bagi para pembaca. Niat tulus Ibil Ar Rambany, Erika Hidayanti dan Kemal Fuadi adalah modal yang paling berharga bagi perkembangan media ini. Tidak perlu memakai teori Plato tentang idea-idea dalam meyakinkan ketiga rekan saya untuk terlibat di Mahasiswa Bicara. Cukup dengan kepedulian dan kegelisahan bersama akan hadirnya ruang bagi para mahasiswa untuk menuangkan ide sudah menjadi tawaran yang patut. Sebut saja Ibil yang saya dapuk sebagai pemimpin redaksi adalah lelaki pekerja keras. Pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah ini harus membagi waktu a

Pram dalam Balutan Rindu

Saya mengenal Pram belum lama, kira-kira 4 tahun yang lalu. Itu pun pertemuannya bukan bertatap muka. Saya mengenal Pram lewat Tetralogi Buru. Kemudian perkenalan saya makin jauh hingga bertemulah dengan Bukan Pasar Malam, Gadis Pantai, Arok Dedes dan beberapa karya lainnya. Sungguh saya sangat beruntung bisa kenal Pram lewat bukunya. Boleh dibilang saya adalah bagian terkecil dari banyaknya penggemar karya-karya Pram. Kalau dianalogikan air, saya hanyalah setetes air dari luasnya lautan. Ada yang lebih besar dan lebih paham dari saya ketika berbicara tentang Pram, tentang aktivitas Pram maupun tentang karya-karyanya. Bagi saya Pram adalah sosok yang luar biasa, manusia yang punya nafas panjang untuk urusan menulis. Tidak terbayang bagaimana dia begitu jeli merangkai setiap kata untuk kemudian menjadikannya sebuah karya yang fenomenal. Karya yang sangat jujur dan sangan membumi. Di luar itu semua, saya melihat Pram sebagai manusia biasa, hanya saja dia mampu melahirkan karya

Kereta dan Kenangan Bersama Rena

Tiap kali naik kereta aku teringat sama sosok Rena. Aku masih ingat betapa bahagianya Rena saat pertama kalinya menginjakkan kaki di sebuah kereta. Tak ada dialog dan Aku hanya memandang wajahnya yang begitu merona. Wajah yang sampai detik ini masih tersimpan di kepala.  -------------- Sebuah dialog terjadi antara Aku dan Rena di sebuah pesan singkat. Dari membahas hal-hal yang biasa sampai merujuk pada pengakuan yang mengejutkan. Rena kala itu mengaku selama hidupnya belum pernah naik kerata. Sebuah pengakuan jujur dari seorang wanita yang lahir dan besar di dekat ibukota. Sontak, Aku pun membalasnya dengan emot tertawa. “Hahah.. Oke, akhir pekan kita naik kereta,” balasku.   Tibalah di akhir pekan. Sebelum ke stasiun, Aku meminta Rena untuk ke kosanku terlebih dahulu di Ciputat. Tujuannya supaya kami bisa berangkat bersama ke stasiun. Stasiun yang kami pilih adalah stasiun Pondok Ranji. Stasiun yang tentu saja paling dekat dari tempat tinggal kami. Aku di Ciputat dan

Saatnya Rindu

Tak ada kopi untuk pagi ini. Bukan karena semalam terlalu banyak minum kopi, tapi benar-benar tak ada hasrat lidah ini untuk mencecapnya.  Yang ada di otakku hanya ada dua: cepat-cepat terlelap atau diam diserang rindu. Kuhisap sigaret ini dalam-dalam dengan harap semuanya tentram. Ternyata sama saja. Rindu masih saja belum sirna. Gawai yang kugenggam pun senyap bak benda tak berguna. Tak ada yang bisa diharapkan, semuanya membisu. Bising kendaraan pun sama sekali tak mengganggu. Semuanya pada kompromi untukku. Ya, nampaknya aku lebih memilih rindu. Namanya juga rindu, selalu hadir tanpa malu-malu. Ia jujur dan tak kenal waktu. Ah, memang sudah saatnya rindu. Tak perlu risau, hanya butuh waktu untuk bertemu. Pondok Cabe, 6 April 2016

Tidur Pagi

Tidur pagi adalah sebaik-baiknya tidur. Kalau tidak percaya, cobalah rasakan sensasinya tidur pagi. Meski sesekali pernah punya keinginan kuat untuk bisa tidur pada malam hari dengan segala macam cara, usaha itu benar-benar sirna begitu saja tanpa ada penyesalan sedikitpun. Ingin sekali menikmati malam dengan berbaring sambil memejamkankan mata. Tak perlu dibumbui mimpi pun tak apa. Semuanya akan tetap nikmat jika itu benar-benar terjadi. Kata orang, ini musibah. Tapi bagiku tidur pagi adalah berkah atau mungkin anugerah. Nggak peduli kata orang soal 'tidur pagi rejekinya dipatok ayam'. Ah, itu kata orang yang menganggapnya musibah. Sampai detik ini pun aku lupa kapan terakhir bangun pagi. Lagi-lagi ini sebuah pilihan. Aku lebih memilih untuk tidur pagi. Aku nggak peduli bahwa pagi adalah waktu untuk bekerja. Aku nggak peduli soal hasil riset tentang bahaya tidur pagi. Aku nggak peduli ucapan selamat pagi yang manis dari kekasih. Aku nggak peduli dengan agenda yang di

Jombloo.co: Progresif, Militan dan Tinggal Kenangan

Awal tahun lalu mungkin menjadi awal bagi keempat rekan saya kembali tersenyum lebar. Senyum yang (mungkin) dulu pernah dirasakan, terulang kembali hari itu. Mungkin hari itu juga keempat rekan saya kembali menggenggam sebotol bir dan saling menuangkan satu sama lain. Entah pada botol yang ke berapa mereka mulai meracau. Entah pada pukul berapa pula mereka saling melepas tawa. Yang jelas, hari itu adalah hari yang saya duga sebagai hari kebahagiaan bagi mereka. Hari dimana sebuah situs jombloo.co lahir dan benar-benar menjadi situs yang mewakili teriakan hari mereka. Saya nggak perlu menjelaskan siapa saja keempat rekan saya itu. Karena tulisan ini diperuntukkan bagi para pembaca jombloo.co. Kalau Anda bukan pembaca jombloo.co, silakan kunjungi saja dulu situsnya. Itu pun kalau masih bisa diakses. Kalau tidak, ya resiko Anda kenapa baru dengar jombloo.co sekarang. Atau baca saja dulu tulisan ini mudah-mudahan saya berubah pikiran. Perkenalan saya dengan jombloo.co sangat singk

Menanti Kabar Buruk Setya Novanto

Jika kita ingat enam tahun silam, tepatnya pada November 2009, lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia (Mahkamah Konstitusi) pernah membuat sejarah anyar bagi republik ini. Kala itu pengadilan MK yang digelar secara terbuka, memutar sebuah rekaman dugaan adanya kriminalisasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Aktornya kala itu tak lain pengusaha kayu jati, Anggodo Wijoyo. Kenapa dikatakan sebagai sejarah, karena saat itulah untuk pertama kalinya sebuah institusi negara secara sadar berani transparan. Patut dipuji sebagai bagian tegaknya demokrasi di negeri ini. Dan lewat pemutaran rekaman percakapan itulah laku culas terbongkar. Kemarin, sebuah momentum yang sama kembali terulang. Meski institusinya berbeda, upaya  Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI dalam menegakkan demokrasi patut diacungi jempol. Kasusnya hampir serupa, memutar rekaman. Sebuah percakapan dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh Ketua

Petaka Kaum Terpelajar Hari Ini

Hari ini, menjadi orang terpelajar, sangat nyata bukanlah ditujukan untuk mencerdaskan dan pendidikan politik jangka panjang. Menjadi mahasiswa hari ini, sepertinya hanya kesadaran akan pentingnya melengkapi kejenuhan hidup, tuntutan untuk mendapat gelar, dan pastinya hanya mengantarkan untuk mendapat kerja. Fenomena ini semakin memperburuk kultur dialektis kampus. Orang-orang terpelajar strata satu harus lulus empat tahun, bahkan aturan terbaru harus lulus lima tahun, jika tidak, kampus akan men-drop out. Artinya, cita-cita mulia pendidikan direduksi menjadi sebatas cepat atau lamanya lulus. Inilah kemudian orang-orang terpelajar tertimpa beban berat dalam merampungkan studi. Kuliah bak kesempurnaaan bagi orang terpelajar saat ini. Dan kerja adalah pilihan terakhir pasca lulus kuliah. Dalam konteks ini, kritik Pramoedya Ananta Toer dalam sekuel tetralogi buru terhadap paradoks orang terpelajar sangat tepat. Orang terpelajar cenderung melahirkan oligarki dan teknokrasi. Bagaima

Mahasiswa dan Perkara Lari dari Kenyataan

Ada saja pembahasan menarik soal mahasiswa hari ini. Mahasiswa seringkali memposisikan dirinya pada kekuatan atau tingkatan tertinggi. Di mana semua orang adalah objek perbincangan yang harus divonis mati. Kalau sudah dalam taraf begini, diskusi pun menjadi meroket dan mengarah pada percakapan dewa. Pengkritik adalah dewa dan objeknya sebagai rakyat jelata. Dulu, wacana-wacana ringan tentang kondisi perpolitikan di Indonesia, atau tentang kondisi pendidikan maupun kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat selalu menghiasi kampus. Mahasiswa dulu selalu menganggap pemerintah sebagai pihak yang salah. Kini, wacana-wacana mahasiswa hari ini pada fokus pada rutinitas yang dijalani. Hadirnya KPK disebut-sebut sebagai sebagai penghalang mahasiswa untuk bergerak. Penumpul kreativitas dan ideologi dalam peran mahasiswa sebagai tulang punggung bangsa. Perusak wacana yang selalu digaungkan dan diagung-agungkan oleh para aktivis. Eits.. tunggu dulu, KPK yang dimaksud bukanlah Komisi

Ketika HMI, PMII dan IMM Tak Sedahsyat Gema Pembebasan

Perlu kalian ketahui, sampai hari ini hanya ada dua gerakan yang masih konsisten dalam rangka mengkampanyekan ideologinya. Apa itu? Gema Pembebasan dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Lho, kok cuma dua saja? Kemana HMI, PMII dan IMM? “Mereka masih ada kok, hanya saja mereka terlihat absen dari percaturan wacana”. Terus terang saya sendiri bukanlah salah satu anggota dari lima organisasi pergerakan yang disebutkan di atas. Tapi jika melihat faktanya cukup kaget ketika menyaksikan organisasi macam HMI, PMII dan IMM mengalami kemandulan intelektual. Sah-sah saja jika dalam internal mereka mengelak dikatakan mengalami kemandulan intelektual dengan alasan dinamika masih terus terjadi. Namun, sebagai outsider, saya belum pernah melihatnya. Kembali ke dua organisasi yang masih konsisten tadi, sebetulnya saya lebih condong ke Gema Pembebasan. Karena saya melihat sampai hari ini mereka masih kontinyu mengampanyekan ideologi-ideologi Islamnya. Tawarannya pun sudah s

Biarlah Papua Merdeka

“Jika kalian (Indonesia) tidak mampu, izinkan kami mengurus Papua sendiri” ujar salah satu aktivis papua di bundaran HI kemarin. Ada empat hal yang menjadi tuntutan Aliansi Mahasiswa Papua kepada pemerintah, yakni memberikan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua, menggantikan, menarik anggota TNI menuju dan dari Papua, serta memberikan referendum bagi warga Papua. Aksi yang dilakukan AMP mengundang banyak spekulasi bahwa klaim Jakarta yang sudah memberikan terbaik untuk Papua menjadi dagelan basi kala rakyat Papua sendiri menuntut referendum. Apa sebenarnya yang menyebabkan keinginan referendum Papua masih begitu menggelora, sementara Jakarta mengklaim sudah habis-habisan berusaha? Apa benar kesejahteraan adalah sebenar-benarnya motivasi orang asli Papua maupun OPM untuk memisahkan diri? Ya, pertanyaan itu sudah pernah dilontarkan saya kala menghadiri sebuah diskusi di Jakarta bersama beberapa aktivis Papua. Saya kira persoalan yang selama i

Kiat Ampuh Menyelesaikan Skripsi dengan Cepat

Hallo skripsiwan-skripsiwati? Apakah anda sedang mengalami kesulitan dalam mengerjakan skripsi? Saya rasa begitu. Makanya anda menyediakan waktu untuk membaca tulisan ini. Oke, skripsi itu mau nggak mau, harus dikerjakan. Bikinnya juga nggak gampang. Itu sudah menjadi derita mahasiswa akhir. Tenang, kali ini saya akan berbagi kiat untuk memecahkan persoalan skripsi anda. Ini bukan kiat yang anda bayangkan pastinya. Kiat ini belum dipublikasikan sebelumnya karena dinilai curang. Ya, namanya juga usaha, nggak ada yang salah dong membaca kiat ini. Oke, simak baik-baik. Berdoa Karena ini kiat culas, sebaiknya anda berdoa terlebih dahulu sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Niatkan kalau diri anda akan melakakun tindakan yang tidak jujur dalam mengerjakan skripsi. Kenapa begitu, biar Tuhan tahu kalau anda akan curang dengan sadar. Bukan khilaf. Semakin khusyuk doa anda semakin cepat pula melakukan kiat selanjutnya. Pergi Ke Ruang Akademik Tujuannya sederhana, hanya mema

Bela Kampus Dahulu, Bela Negara Kemudian

Apalah arti kampus kalau masih sering diteriaki toa. Sebagai mahasiswa total se total-totalnya, membela kampus jauh lebih berarti sebelum bela negara. Apalah arti membela negara kalau kampus dibiarkan sengsara. Sudah saatnya mahasiswa mendukung 100% aturan kampus. Pejabat kampus itu punya tugas mulia. Semua demi kebaikan mahasiswa. Apa buktinya, banyak. Misal, banyak akhir-akhir ini beberapa mahasiswa menuntut pihak kampus menyediakan ruang terbuka hijau lantaran banyak tempat-tempat nongkrong dijadikan lahan parkir. Bagus sih tuntutannya. Tapi, pernah nggak sih mereka (mahasiswa yang menutut) berfikir bahwa jika tidak ada lahan parkir, mau dikemanakan kendaraan-kendaraan yang dipakai mahasiswa? Mau di tempatkan seenake dewek? Lantas, kalau kampus nggak punya lahan untuk parkir, harus beli lahan lagi? Duitnya dari mana? Negara? APBN nggak cukup, mau ngutang lagi? Yakin, kalau negara ngutang lagi mahasiswa nggak demo? Yakin, kalau kampus meyediakan ruang terbuka hijau ada jamina

Lima Tipe Aktivis Kekinian

Bagi sebagian orang, label aktivis sama sekali tak bermakna apa-apa. Apalah arti sebuah nama, begitu kata Shakespare. Tapi bagi sebagian orang lagi, aktivis itu sakral, suci dan penuh dengan amanat rakyat. Aktivis mulutnya sering berbusa kala menyampaikan beribu-ribu kata dalam orasinya. Mampu berdiri di atas podium berteriak dengan lantang. Pantang mundur meski dikepung. Jiwanya selalu tersulut jika ada penindasan dimana-mana. Ah, itu dulu, sekarang aktivis udah beda. Zaman udah berubah, aktivis sekarang udah kekinian. Saking kekiniannya, penulis merangkum beberapa tipe aktivis yang dianggap kekinian. Apa saja? 1. Aktivis Facebook Facebook bagi kalangan aktivis dirasa memiliki kekuatan tersendiri. Tak perlu panas-panasan tapi punya jangkaun dan kecepatan yang luar biasa. Tipe macam ini memanfaatkan Facebook sebagai ruang buat menuangkan kritik, gagasan, cacian, rayuan atau segala bentuk apapun demi membela rakyat yang tertindas dengan harapan statusnya mendapatkan ‘like’ b

Masyarakat Terlalu Gaduh Menanggapi Website Revolusi Mental

Baru-baru ini, website www.revolusimental.go.id menjadi pergunjingan panas dikalangan masyarakat. Website yang belum lama diluncurkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani itu mendadak tidak bisa diakses. “Mohon maaf, karena antusiasme masyarakat yang begitu tinggi, server kami mengalami overload. Untuk itu, kami sedang dalam proses upgrade server. Terima kasih untuk dukungan dan partisipasinya. Salam Revolusi Mental!” tulis dalam website tersebut. Sontak, publik pun dibuat gaduh atas pemberitaan itu. Belum lagi perhatian masyarakat lebih mengerucut pada anggaran yang katanya bernilai fantastis. Ada yang menyebutkan bahwa proyek pengadaan website tersebut menelan anggaran senilai Rp149 milyar. Bahkan salah satu anggota dewan sempat berujar, ‘daripada anggarannya Rp 149 miliar hanya digunakan untuk membuat website, lebih baik perbaiki dulu menterinya’. Betul. Tapi sepertinya perkara website ini perlu dikonfirmasi ulang, Apakah meman

Nikmat Mahasiswa Akhir Mana Lagi yang Kalian Dustakan?

Secara konstitusi, Indonesia memang sudah merdeka. Namun, bagi mahasiswa semester akhir kemerdekaan itu masih omong kosong. Selama penjajahan di atas bangku kuliah belum dirampungkan, istilah kemerdekaan masih jadi angan-angan. Maka, bila ada pertanyaan kapan wisuda, itulah penjajahan gaya baru yang amat sangat menyakitkan. Kita semua sepakat, di dalam kuliah yang sehat terdapat wisuda yang tepat. Lantas apakah mahasiswa yang wisudanya telat dikatakan sakit? Tidak. Hanya saja mereka masih belum disetujuinya judul skripsi karena nunggak nilai matakuliah yang belum diganti. Atau belum menemukan dosen pembimbing yang cantic dan baik hati. Di awal seneng, di akhir menderita. Begitulah kehidupan mahasiswa tingkat akhir. Coba kalian bayangkan gimana rasanya jadi mahasiswa tingkat akhir. Semua kesenangan, berujung menjadi penderitaan. Apalagi menyandang status mahasiswa tingkat akhir kerasa banget sepinya. Mau makan, sendiri. Mau nongkrong, sendiri. Bahkan, kerja kelompok pun sendir