Skip to main content

Jombloo.co: Progresif, Militan dan Tinggal Kenangan



Awal tahun lalu mungkin menjadi awal bagi keempat rekan saya kembali tersenyum lebar. Senyum yang (mungkin) dulu pernah dirasakan, terulang kembali hari itu. Mungkin hari itu juga keempat rekan saya kembali menggenggam sebotol bir dan saling menuangkan satu sama lain. Entah pada botol yang ke berapa mereka mulai meracau. Entah pada pukul berapa pula mereka saling melepas tawa. Yang jelas, hari itu adalah hari yang saya duga sebagai hari kebahagiaan bagi mereka. Hari dimana sebuah situs jombloo.co lahir dan benar-benar menjadi situs yang mewakili teriakan hari mereka.

Saya nggak perlu menjelaskan siapa saja keempat rekan saya itu. Karena tulisan ini diperuntukkan bagi para pembaca jombloo.co. Kalau Anda bukan pembaca jombloo.co, silakan kunjungi saja dulu situsnya. Itu pun kalau masih bisa diakses. Kalau tidak, ya resiko Anda kenapa baru dengar jombloo.co sekarang. Atau baca saja dulu tulisan ini mudah-mudahan saya berubah pikiran.

Perkenalan saya dengan jombloo.co sangat singkat. Gak perlu basa-basi tapi langsung ke inti. nggak seribet laki-laki yang sedang nyari tambatan hati dengan mengkhatamkan ratusan kumpulan buku puisi. Cukup dengan sekali klik saya langsung kenal. Itu juga kenalnya gara-gara nongol di timline facebook saya. “Anjrit situs apalagi ini, tiba-tiba nongol di timline?,” benak saya kala itu.

Sama sekali nggak ada kesan tertarik. Mungkin karena Tuhan berkehendak lain. Di saat menscroll timline, situs itu kena klik dan kebuka. Karena kepalang tanggung dan langsung disuguhi dengan tagline ‘Progresif, Militan dan Kesepian’, satu-persatu tulisannya saya baca. Sialnya, saya langsung tertarik. Kenapa sial, karena tulisannya bikin candu. Saya dituntut untuk terus menikmati tulisannya setiap hari. Meski ada beberapa tulisan yang nggak menarik, usaha saya untuk membuka situs itu tak pernah luntur. Mungkin saya adalah satu dari sekian ribu pembaca setia jombloo.co di seantero jomblo-jomblo di negeri ini.

Setahun adalah waktu yang panjang bagi para punggawanya. Menghadirkan tulisan tiap hari bukanlah pekerjaan yang enteng, perlu kerja keras dan kesadaran akan komitmen. Perlu menghabiskan ribuan rokok untuk menjalaninnya. Bahkan perlu meninggalkan beberapa mata kuliah di kampusnya agar pembaca terus ada dan berlipat ganda. Konflik sesama punggawa pasti dialami demi keharmonisan tercipta. Menjadikan situs yang tidak dianggap murahan adalah kenyataan.

Menjadi situs advokasi konflik hati sudah bukan rahasia lagi. Menjadi brand untuk kaos sudah tercipta meski saya belum membelinya. Meminta blogger nyentrik macam Agus Mulyadi untuk nulis sudah terpenuhi. Bahkan untuk meminta tulisan dari Founder MahasiswaBicara.com pun sudah tak ada lagi kendala. Sayangnya, kesuksesan itu justru mengantarkannya pada kematian.

Kini, jombloo.co sudah menjadi sebuah cerita bagi para pembacanya bahkan jadi bahan ledekan baru untuk para punggawanya yang kini masih setia ngopi dengan saya. Adit selaku orang yang bertanggung jawab menginginkan sejarah jombloo.co harus ditutup rapat-rapat dan nggak perlu diungkit-ungkit kembali karena harus menggarapa situs lain. Tapi bagi rekan sesama punggawanya macam Tohirin, Ahsan dan Tri Em, matinya jombloo.co lantaran Adit gagal mempertahankan dan memilih fokus untuk memikat hati wanita.

Entah versi mana yang benar soal penyebab matinya Jombloo.co dan saya juga bukan sejarawan yang dituntut untuk mencari kebenaran. Saya juga bukanlah orang yang dikasih tanggungjawab untuk menghidupkannya kembali. Apalagi saya bukanlah Tere Liye maupun Jonru yang kadar kecerdasannya amat sangat di atas rata-rata bagi penggemarnya.

Kalau saya boleh usul, buatlah Partai Jomblo Progresif sebagai solusi alternatif. Kader-kadernya sudah jelas: penyandang status Jomblo. Tungu apalagi. Kalau situs tak memberikan perubahan, partai adalah harapan. Kalau nggak sanggup bikin partai, bikin saja ormas. Programnya ya nggak usah muluk-muluk, sweeping saja mantan-mantan yang masih bilang sayang.

Tapi, jika saya kebetulan bertemu dengan seorang wanita yang saya cintai dan menanyakan jombloo.co, saya pasti bilang, “Iya, itu kan situs progresif, militan dan tinggal kenangan”. Ya, selain kenangan apa lagi yang ditinggalkan Jombloo.co? Alfatihah…

Comments

  1. Alhamdulillahnya balik lagi, mari menjadi militan lagi. Xixi

    ReplyDelete
  2. Saya sudah lama tidak mampir kesana
    eh sekarang sekarang sudah tutup aja
    sayang banget ya
    tapi jombloo.co yg menjadi inspirasi saya untuk membuat blog tentang jomblo

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Surat Terbuka untuk Penulis dan Pembaca Mahasiswa Bicara

Kemarin, 4 Maret 2016, kami seluruh awak Mahasiswa Bicara merayakan sebuah perayaan kecil-kecilan. Disebut perayaan kecil-kecilan karena hanya bisa menyajikan kopi, rokok dan sedikit camilan. Kami merayakan usia Mahasiswa Bicara yang baru menginjak delapan bulan. Usia yang masih segar. Sebagaimana niat awal kami, MahasiswaBicara.com hadir sebagai tempat yang didedikasikan sepenuhnya untuk anda para penulis, komunitas, dan tentu saja bagi para pembaca. Niat tulus Ibil Ar Rambany, Erika Hidayanti dan Kemal Fuadi adalah modal yang paling berharga bagi perkembangan media ini. Tidak perlu memakai teori Plato tentang idea-idea dalam meyakinkan ketiga rekan saya untuk terlibat di Mahasiswa Bicara. Cukup dengan kepedulian dan kegelisahan bersama akan hadirnya ruang bagi para mahasiswa untuk menuangkan ide sudah menjadi tawaran yang patut. Sebut saja Ibil yang saya dapuk sebagai pemimpin redaksi adalah lelaki pekerja keras. Pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah ini harus membagi waktu a

SBY Bapak Intoleransi

Memasuki hari-hari terakhir masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kelompok hak asasi Setara Institute menyoroti kegagalan dalam mempromosikan dan mempertahankan keharmonisan antara kelompok-kelompok agama di negara ini. Berdasarkan data lembaga itu, lebih dari 200 kasus yang berkaitan dengan intoleransi agama dilaporkan setiap tahun selama beberapa tahun terakhir, dan sebagian besar dari mereka tidak pernah diproses melalui jalur hukum. Laporan lain dari Wahid Institute, yang mempromosikan pluralisme dan Islam yang damai, melaporkan bahwa insiden tersebut telah meningkat selama 10 tahun masa bakti SBY. Laporan tersebut menunjukkan kasus intoleransi agama pada tahun 2012 tercatat sebesar 274, naik dari 267 pada tahun 2011 Pada tahun 2010, lembaga ini mencatat 184 kasus, sedangkan 121 kasus yang tercatat pada tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa SBY dianggap telah gagal untuk menangani kasus-kasus yang melibatkan kelompok-kelompok minoritas, seperti serangan terhadap

Pagi Sayang….

Kenapa aku masih memanggil kamu dengan panggilan sayang?, karena perasaanku sampai detik ini masih memendam rasa sayang. Entah sampai kapan panggilan itu bakal hilang. Entahlah… Berat memang semua ini. Di saat hubungan ini berjalan lancar tiba-tiba mendadak tercerai-berai. Hubungan yang hampir empat bulan ini seakan sirna begitu cepat. Sedikit demi sedikit aku mencoba untuk memahami semua ini. Hingga pada akhirnya aku menemukan sebuah kesimpulan bahwa semua yang terjadi saat ini bukanlah spontanitas, tapi memang keadaan ini sudah direncanakan. Entah direncanakan Tuhan atau mungkin direncanakan oleh makhluk ciptaannya. Semalam, aku ingat betul apa yang kamu raikan tentang semua ini lewat telpon. Kurang lebih kamu bilang begini, ”Berat meninggalkan kamu Mas, apalagi aku sayang banget sama kamu,”. Sejujurnya, tak ada sedikitpun rasa senang dalam ucapanmu malam itu. Karena aku meyakini bahwa apa yang kamu bilang itu hanya sebuah retorika kosong. Retorika yang keluar dari keb