Tak ada kopi untuk pagi ini. Bukan karena semalam terlalu
banyak minum kopi, tapi benar-benar tak ada hasrat lidah ini untuk mencecapnya.
Yang ada di otakku hanya ada dua: cepat-cepat terlelap atau diam diserang
rindu.
Kuhisap sigaret ini dalam-dalam dengan harap semuanya
tentram. Ternyata sama saja. Rindu masih saja belum sirna. Gawai yang kugenggam
pun senyap bak benda tak berguna.
Tak ada yang bisa diharapkan, semuanya membisu. Bising
kendaraan pun sama sekali tak mengganggu. Semuanya pada kompromi untukku.
Ya, nampaknya aku lebih memilih rindu. Namanya juga rindu,
selalu hadir tanpa malu-malu. Ia jujur dan tak kenal waktu.
Ah, memang sudah saatnya rindu. Tak perlu risau, hanya butuh
waktu untuk bertemu.
Pondok Cabe, 6 April 2016
Comments
Post a Comment