Skip to main content

Menanti Kabar Buruk Setya Novanto



Jika kita ingat enam tahun silam, tepatnya pada November 2009, lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia (Mahkamah Konstitusi) pernah membuat sejarah anyar bagi republik ini. Kala itu pengadilan MK yang digelar secara terbuka, memutar sebuah rekaman dugaan adanya kriminalisasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Aktornya kala itu tak lain pengusaha kayu jati, Anggodo Wijoyo.

Kenapa dikatakan sebagai sejarah, karena saat itulah untuk pertama kalinya sebuah institusi negara secara sadar berani transparan. Patut dipuji sebagai bagian tegaknya demokrasi di negeri ini. Dan lewat pemutaran rekaman percakapan itulah laku culas terbongkar.

Kemarin, sebuah momentum yang sama kembali terulang. Meski institusinya berbeda, upaya  Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI dalam menegakkan demokrasi patut diacungi jempol. Kasusnya hampir serupa, memutar rekaman. Sebuah percakapan dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus memuluskan perpanjangan izin tambang PT Freeport Indonesia dengan imbalan saham di putar dalam sidang terbuka.

Sebuah percakapan yang dikenal dengan istilah ‘papa minta saham’ itupun menyeret nama Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan. Jelas, bagi MKD perkara yang tengah diselisik itu jauh lebih hebat ketimbang kasus Anggodo. Sudah begitu, yang menyelisik pun lembaga terhormat dan merupakan representasi suara rakyat, yakni DPR.

Disebut jauh lebih hebat daripada kasus Anggodo karena dalam perkara ‘papa minta saham’ ini nama yang dicatut ialah orang tertinggi pertama dan kedua di Republik ini. Nilai yang disebut dalam permintaan saham pun, jika sampai direalisasikan, amat dahsyat, yakni puluhan triliun rupiah. Bahkan, baik masalah yang dibicarakan maupun yang membicarakannya bukan perkara dan orang yang remeh-temeh melainkan orang yang sudah tidak asing.

Apalagi, percakapan nakal yang dilakukan oleh yang berada pad pucuk lembaga wakil rakyat itu jelas-jelas menciderai hajat hidup orang banyak—izin tambang Freeport. Karena itu, menjadi keniscayaan bila rekaman percakapan dugaan pencatutan nama presiden dan wapres oleh Novanto itu diperdengarkan dalam sidang terbuka MKD dan diliput langsung oleh media.

Sekali lagi, kita patut mengapresiasi ‘keberanian’ MKD yang gesit dalam hal ini. Apalagi, tuntutan publik sudah jelas, selain memutar ulang rekaman secara utuh, publik pun meminta kasus ‘papa minta saham’ ini harus diusut tuntas dan dilakukan secara transparan. Bila perlu, dalang dari kasus tersebut harus dicopot jabatannya secara tidak hormat. Bahkan bila jeruji besi menanti mereka, penegak hukum macam KPK dan Polri harus nyatakan siap mengantarkannya.

Di negeri ini, membuka rekaman yang menyangkut kepentingan publik amat penting agar gamblang siapa saja yang berkhianat pada Republik ini. Namun, cerita akan berubah seandainya Setnov mengedepankan etika dan malu atas apa yang telah ia perbuat dengan mengundurkan diri dengan segera. Apik nian rasanya.

Bila setnov selaku penyelenggara negara ikhlas mundur tentu menjadi tindakan yang jauh lebih bermartabat ketimbang dipaksa mundur oleh publik. Karena rakyat hari ini sudah mulai cerdas memandang sebuah persoalan. Mereka sepakat, pejabat atau wakil rakyat yang kerjanya tak becus memenuhi aspirasi rakyat, lengser saja dari jabatan, sebelum rakyat melengserkannya.

MKD yang hari ini terus mendapatkan pujian dari publik, jangan berbangga hati dulu. Perkara masih belum selesai. MKD harus tetap tegak lurus dalam menegakkan kasus setnov. Jangan mau tergoda dengan iming-iming uang untuk memuluskan pesanan dari pihak-pihak tertentu. Kejaksaan Agung yang mulai melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.

Kembali lagi untuk MKD, seandainya perlu mengundang orang nomor satu di negeri ini sekalipun, panggillah, meski Jokowi belum menyatakan kesanggupannya. MKD tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan untuk memanggil seluruh pejabat negara yang disebut dan diduga terkait kasus itu. Kita mendorong MKD menggunakan momentum ini untuk memberikan informasi sejelas-jelasnya dan seterang-terangnya. Karena mau tidak mau hanya dengan nyali besar, perkara Novanto bisa dituntaskan.

Setnov boleh saja berkata,”Kalau dia (Jokowi) sampai nekat nyetop, jatuh dia”. Yang jelas, sampai hari ini rakyat jadi saksi dan waktu akan membuktikan siapa yang paling brengsek di negeri ini.

(Dipublikasikan di Mahasiswa Bicara)

Comments

Popular posts from this blog

Surat Terbuka untuk Penulis dan Pembaca Mahasiswa Bicara

Kemarin, 4 Maret 2016, kami seluruh awak Mahasiswa Bicara merayakan sebuah perayaan kecil-kecilan. Disebut perayaan kecil-kecilan karena hanya bisa menyajikan kopi, rokok dan sedikit camilan. Kami merayakan usia Mahasiswa Bicara yang baru menginjak delapan bulan. Usia yang masih segar. Sebagaimana niat awal kami, MahasiswaBicara.com hadir sebagai tempat yang didedikasikan sepenuhnya untuk anda para penulis, komunitas, dan tentu saja bagi para pembaca. Niat tulus Ibil Ar Rambany, Erika Hidayanti dan Kemal Fuadi adalah modal yang paling berharga bagi perkembangan media ini. Tidak perlu memakai teori Plato tentang idea-idea dalam meyakinkan ketiga rekan saya untuk terlibat di Mahasiswa Bicara. Cukup dengan kepedulian dan kegelisahan bersama akan hadirnya ruang bagi para mahasiswa untuk menuangkan ide sudah menjadi tawaran yang patut. Sebut saja Ibil yang saya dapuk sebagai pemimpin redaksi adalah lelaki pekerja keras. Pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah ini harus membagi waktu a

SBY Bapak Intoleransi

Memasuki hari-hari terakhir masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kelompok hak asasi Setara Institute menyoroti kegagalan dalam mempromosikan dan mempertahankan keharmonisan antara kelompok-kelompok agama di negara ini. Berdasarkan data lembaga itu, lebih dari 200 kasus yang berkaitan dengan intoleransi agama dilaporkan setiap tahun selama beberapa tahun terakhir, dan sebagian besar dari mereka tidak pernah diproses melalui jalur hukum. Laporan lain dari Wahid Institute, yang mempromosikan pluralisme dan Islam yang damai, melaporkan bahwa insiden tersebut telah meningkat selama 10 tahun masa bakti SBY. Laporan tersebut menunjukkan kasus intoleransi agama pada tahun 2012 tercatat sebesar 274, naik dari 267 pada tahun 2011 Pada tahun 2010, lembaga ini mencatat 184 kasus, sedangkan 121 kasus yang tercatat pada tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa SBY dianggap telah gagal untuk menangani kasus-kasus yang melibatkan kelompok-kelompok minoritas, seperti serangan terhadap

Pagi Sayang….

Kenapa aku masih memanggil kamu dengan panggilan sayang?, karena perasaanku sampai detik ini masih memendam rasa sayang. Entah sampai kapan panggilan itu bakal hilang. Entahlah… Berat memang semua ini. Di saat hubungan ini berjalan lancar tiba-tiba mendadak tercerai-berai. Hubungan yang hampir empat bulan ini seakan sirna begitu cepat. Sedikit demi sedikit aku mencoba untuk memahami semua ini. Hingga pada akhirnya aku menemukan sebuah kesimpulan bahwa semua yang terjadi saat ini bukanlah spontanitas, tapi memang keadaan ini sudah direncanakan. Entah direncanakan Tuhan atau mungkin direncanakan oleh makhluk ciptaannya. Semalam, aku ingat betul apa yang kamu raikan tentang semua ini lewat telpon. Kurang lebih kamu bilang begini, ”Berat meninggalkan kamu Mas, apalagi aku sayang banget sama kamu,”. Sejujurnya, tak ada sedikitpun rasa senang dalam ucapanmu malam itu. Karena aku meyakini bahwa apa yang kamu bilang itu hanya sebuah retorika kosong. Retorika yang keluar dari keb